Headlines News :
Home » » NKRI : Negara Konspirasi Republik Ironi

NKRI : Negara Konspirasi Republik Ironi

Ditulis oleh Unknown pada Kamis, 13 Juni 2013 | 07.25

“Dunia ini  panggung sandiwara... ceritanya mudah berubah....Ada peran wajar, dan ada peran yang berpura-pura....Setiap kita dapat satu peranan yang harus kita mainkan.....Mengapa kita  bersandiwara....”

Lantunan suara emas Nike Ardila itu kadang masih terngiang di telinga kita, meski pelantunnya sendiri telah menikmati kesunyian di alam peristirahatan.

Tetapi saya tidak sedang ingin bercerita tentang salah satu penyanyi idola saya itu melainkan mencoba meng-hayati makna yang dalam dari tembang tersebut. Sepertinya Dedy Dores, sang pencipta lagu itu tidak sekedar ingin menyuguhkan nyanyian tetapi seakan ingin berujar ‘Beginilah kondisi dunia dimana kita hidup’.

Kehidupan ini memang layaknya drama ; penuh intrik, sensasi dan sandiwara. Tontonlah panggung di depan mata kita. Pementasan drama negeri ini. Panggung politik, hukum, sosial dan ekonomi penuh dengan muatan konspirasi. Bahkan panggung pendidikan dan olahraga yang sarat akan muatan nilai-nilai luhur edukasi dan sportifitas tidak mau ketinggalan untuk mementaskan kisah-kisah rekayasa.

Benarkah kita ini adalah rakyat dari negara konspirasi ? mari kita merenung sejenak. Berbagai pemberitaan yang deras muncul di layar kaca, yang kita saksikan setiap saat, bisakah kita bedakan mana yang benar dan mana yang keliru? Bisa jadi hari ini kita yakin bahwa ‘dia inilah yang salah’ tetapi besoknya televisi mampu merubah keyakinan kita ‘oh, bukan ternyata yang salah bukan dia tapi mereka’.

Begitulah, televisi memang bisa menghibur, menjadikan kita lebih pintar dan tidak jarang membuat kita bingung.   Semakin kontroversi yang diberitakan semakin laris pula siaran yang mereka jual. Bahkan kalau perlu hal yang biasa sengaja di’kontroversi’kan agar lebih menarik. Tetapi kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan televisi. Bagaimanapun itulah pekerjaan mereka. Berusaha sebanyak mungkin menyita perhatian  mata  pemirsa.

Terlepas dari semua itu, sepertinya selalu ada sosok sutradara yang mengatur skenario kasus demi kasus yang terjadi di negeri ini. Publik seakan dengan mudah mengendus adanya peran sang sutradara ketika menyaksikan proses dan penyelesaian kasus yang di luar nalar dan penuh keganjilan.

Yang paling hangat tentu prahara di tubuh partai politik Indonesia, dimana penyelesaian hukum para kadernya masih terjadi tarik ulur dan berputar-putar. Skandal ‘daging sapi’ beberapa petinggi Partai Keadilan Sejahtera yang ‘berhasil’ mempopulerkan istilah “gratifikasi seks” selain mencengangkan juga disebut ada konspirasi besar dibalik pembongkaran kasus tersebut. Catat juga deretan kejanggalan proses penangkapan Raffi Ahmad dan ‘perlakuan berlebihan’ dari BNN untuk sebuah tuduhan yang bahkan belum diatur di undang-undang juga menimbulkan pertanyaan ; ada apa ini ?.

Sekarang mari kita flashback sebentar. Putar kembali memori ingatan anda akan kasus ‘heboh’ berikut.

Gayus Tambunan

Munculnya lakon antagonis pendatang baru, Gayus Halomoan Tambunan. Sepak terjang dan akal bulusnya di Dirjen Pajak, rasanya sulit merangkumnya hanya dalam 2-3 halaman kisah konspiratif. Sebab, jalinannya begitu rumit dan berbelit-belit. Bagaimana mungkin, pejabat rendahan sekelas Gayus mampu memainkan peran hebat yang menghasilkan triliunan rupiah hanya seorang diri ? sangat mustahil. Kalau kemudian keterlibatan petinggi Dirjen Pajak, Kepolisian, Kejaksaan dan bahkan politisi muncul ke permukaan, lalu kenapa hanya Gayus yang jadi pesakitan di dalam tahanan ?.

Antasari Azhar

Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu dituduh mendalangi pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran pada 14 Maret 2009 akibat motif perselingkuhannya dengan istri siri Nasrudin, Rani Juliani, mantan caddy Moderland Golf. Benarkah demikian ? ataukah memang  sengaja disingkirkan, mengingat keberaniannya menebas satu persatu koruptor kelas kakap ?.

Faktanya, banyak kejanggalan-kejanggalan yang tercecer. Diantaranya, pakar telematika Dr. Ir. Agung, M.Sc. M.Eng., dosen ITB yang ditugaskan meneliti CDR (call data record) pada 6 nomor ponsel Antasari dan Nasrudin menegaskan tidak ada jejak dan bukti bahwa Antasari pernah meneror Nasrudin melalui pesan singkat. Pakar forensik RSCM, dr. Mun’im mengatakan menerima jasad Nasrudin dalam keadaan tidak asli alias sudah dimodifikasi. Bukti peluru yang bersarang di kepala Nasrudin ternyata tidak cocok dengan pistol yang menjadi alat bukti di pengadilan. Jenis pistol SW Special kaliber 38 tidak mungkin bisa dipakai untuk menembakkan peluru 9 mm. Dan satu lagi, Kombes Wiliardi, salah seorang yang dituduh sebagai perwira yang mencarikan eksekutor, justru mengakui bahwa memang benar ada rekayasa untuk menjadikan Antasari sebagai korban !.

Pada 2004, seorang aktivis HAM Indonesia menghembuskan nafas terakhirnya di dalam pesawat dalam perjalanan dari Indoensia menuju Belanda, tepatnya di langit Rumania. Tim ahli pathologi dari Netherland Forensic Institute melaporkan Munir meninggal karena diracun zat-zat arsenik. Kasus itu hanya mampu menyeret seorang ‘kambing hitam’ bernama Polycarpus, pilot Garuda Indonesia. Dia menjadi satu-satunya pihak yang dipersalahkan. Sangat tidak masuk akal seorang pilot memiliki motif untuk membunuh aktivis internasional ?.

Mungkin kita tidak perlu heran, bukankah negara ini dibangun dari sejarah yang (katanya) banyak direkayasa ?. Tragedi G30S PKI,  Serangan Umum 1 Maret 1949, Supersemar, akhir hayat sang proklamator Ir. Soekarno yang mengenaskan, bahkan tentang Kerajaan Majapahit juga disebutkan para ahli teori konspirasi sebagai sejarah yang penuh tanda tanya.

Buku-buku sejarah yang kita pelajari di bangku sekolah menuliskan Majapahit sebagai kerajaan Hindu terbesar di Asia Tenggara. Tetapi temuan-temuan Tim Kajian Kesultanan Majapahit cukup mengagetkan.

Pada koin emas, alat pembayaran resmi pada masa itu terdapat tulisan kalimat syahadat. Lambang Majapahit (bisa dilihat pada logo Universitas Gajah Mada) yang berbentuk sinar matahari bersudut 8 tertulis kata-kata ; ma’rifat, shifat, asma’, Adam, Muhammad, Allah, tauhid dan dzat. Para peneliti juga meyakini nama Patih Majapahit yang sangat masyhur, Gajah Mada aslinya adalah Gaj Ahmada. Raden Wijaya, sang pendiri kerajaan merupakan cucu Raja Sunda, Prabu Guru Dharmasiksa yang merupakan ulama dari Pasundan. Pada makam Syekh Maulana Malik Ibrahim,  wali  pertama dalam  hierarki Walisongo, terdapat testimoni bahwa ia merupakan qhadi (hakim) Kerajaan Majapahit.

Dari rentetan fakta tersebut dapat kita pahami bahwa Kerajaan Majapahit sebenarnya adalah kerajaan Islam. Benarkah demikian? Wallauhua’alam... Lantas, siapa yang dengan sengaja membelokkan sejarah besar itu? Lalu untuk apa?. Belum ada jawaban pasti hingga saat ini.

REPUBLIK IRONI

Indonesia tidak hanya menjadi negara dengan balutan konspirasi, korupsi dan kolusi. Republik Indonesia seperti menjelma menjadi Republik Ironi.

Indonesia (dulunya) berpredikat sebagai negara agraris. Budayawan Emha Ainun Najib bahkan pernah menyebut negeri ini adalah penggalan surga. Surga seakan pernah bocor dan menyipratkan kekayaannya. Dan cipratan kekayaan itu bernama : Indonesia Raya. Tidak akan mungkin engkau temukan makhluk Tuhanmu kelaparan di atas hijaunya bumi kepulauan yang bergandeng-gandeng mesra ini. Tetapi nyatanya tidak demikian. Potret kemiskinan dan kelaparan masih terus menghiasi wajah bangsa ini. Negara agraris ini malah harus impor beberapa komoditi pertanian dari negara tetangga. Sungguh ironis.

Fakta ironis memang terus mengemuka. Penjara harusnya menjadi media pertaubatan dan memberi efek jera bagi para pelaku kejahatan, termasuk penjahat narkoba. Tapi kini, penjara justru menjadi markas yang sangat nyaman untuk menggerakkan jaringan bisnis haram ini.

Korupsi tidak hanya jadi ‘pekerjaan’ eksekutif dan legislatif saja, sekarang para penegak hukum dan keadilan telah bergabung dalam lingkaran setan korupsi yang sistematis. Kalau polisi, jaksa, dan hakim juga berperilaku kriminal, kemana lagi kita akan mengadukan tindak kejahatan dan mencari keadilan ?.

Masih belum cukup. Kementerian Agama dan Kepolisian Republik Indonesia, dua lembaga yang selayaknya berisi insan-insan beriman, bermoral dan taat hukum justru menjadi salah satu lembaga terkorup di Indonesia. Benar-benar ironis.

Ah, entahlah. bagaimanapun negeri ini tetaplah Republik Indonesia. Tanah air yang harus selalu kita junjung dan kita cintai. Bangsa yang harus tetap kita banggakan dan selamatkan. Kita ?? Ya ! kalau tidak kita siapa lagi ?.

Yang saya tulis hanyalah sedikit catatan. Pelajaran yang mengajarkan kepada kita untuk tidak serta merta percaya dengan apa yang kita lihat, melainkan harus bisa menyikapinya dengan arif dan bijak. Saya tidak sedang ingin menyebarkan virus kebencian pada negeri ini,bukan pula hendak menanamkan benih ketidak-percayaan pada pemimpin-pemimpin bangsa ini. Sekali lagi, hanya sebuah catatan ringan yang mungkin bisa menjadi bahan diskusi di kampus-kampus, perbincangan di warung-warung kopi atau obrolan di pinggir-pinggir jalan.

Saya tidak sedang menyebarkan virus kebencian pada negeri ini,bukan pula hendak  menanamkan benih ketidakpercayaan pada pemimpin-pemimpin bangsa ini. Ini hanya sedikit catatan. Pelajaran yang mengajarkan kepada kita untuk tidak serta merta percaya dengan apa yang kita lihat, melainkan harus bisa menyikapinya dengan arif dan bijak.

Afred Suci, 151 Konspirasi Dunia
Jamie King, 111 Konspirasi yang Menghebohkan Dunia
dan media-media lain.



Bagikan :

Posting Komentar

 
Copyright © 2013. Gema Smawas - All Rights Reserved
Didukung oleh Blogger